Rabu, 02 Juni 2010

Aku Ingin Menjadi Mick Jagger


Oleh Riezky Andhika Pradana | Pada Minggu, 9 Mei 2010
* * *

Gambar lidah ‘melet’ berwarna merah sudah tidak asing lagi di mata kita. Gambar itu ada dimana-mana dari jaman ke jaman, di kamar tidur, di stiker angkot, di kaos-kaos, di tembok-tembok gang sempit hingga di pertokoan elit.

Mick Jagger

Mick Jagger

Pemilik logo tersebut kini berusia lebih dari 60 tahun, bahkan ia lebih tua daripada usia Republik ini. Ia kaya raya dan sering gonti-ganti istri, pacar dan jenis narkotika. Sir Michael Philip ‘Mick’ Jagger adalah musisi rock asal Inggris kelahiran 26 Juli 1943. Ia dikenal sebagai vokalis The Rolling Stones (Batu yang Menggelinding -dalam Bahasa Indonesia) yang mulai terkenal sejak tahun 1960-an dan masih eksis hingga sekarang. Sesuai namanya, ‘Batu yang Menggelinding’, mereka bertahan melewati beberapa dekade entah sampai kapan. The Rolling Stones sendiri dibentuk di London pada Januari 1963. Mereka tidak hanya menjual musik yang hingar-bingar dan penuh sensasi tapi juga menjual life style (gaya hidup) yang membuat resah kalangan tua saat itu bahkan mungkin hingga sekarang.

Sensasi The Rolling Stones yang tercatat menjadi monumental bagai gelindingan batu yang menabrak tatanan sosial masyarakat normatif. Peristiwa monumental itu di antaranya, ditemukannya gitaris Brian Jones yang tewas di kolam renang setelah berenang semalaman pada 3 Juli 1969, Jones tenggelam karena pengaruh alkohol dan drugs. Tiada hari dilewati kelompok ini tanpa obat-obatan yang melibatkan seluruh personil. Kurungan penjara dan denda ratusan dolar pun tak membuat mereka jera. Tingkah para personil ini terkenal urakan dan liar.

Mick Jagger

Mick Jagger

Bulan Oktober 1968 Lagu Street Fighting Man dilarang beredar oleh banyak stasiun radio Amerika, karena liriknya dianggap tidak baik untuk didengar. Bahkan pada 6 Desember 1975 seorang pendeta di Tallahassee, menyatakan bahwa rekaman Rolling Stones berdosa, setelah menyimpulkan survei dari 1000 ibu yang tidak menikah dan menemukan bahwa 984 dari mereka yang hamil disebabkan karena pengaruh musik rock. Kebanyakan dari mereka menyukai lagu-lagu Rolling Stones. Ada lagi sensasi lainnya, Pada 21 November 1990, Mick Jagger dan Jerry Hall menikah di Bali dengan upacara Agama Hindu. Belakangan pernikahan mereka dipertanyakan keabsahannya, karena keduanya bukan pemeluk Hindu.

Pada tahun 1988, Ono Artist Promotion mengundang Mick Jagger tampil di Indonesia tanpa The Rolling Stones. Antusias masyarakat terutama kaum muda sangat tinggi menyambut kedatangan Jagger, maklum saat itu Indonesia sedang dilanda demam Mick Jagger. Namun konser itu kemudian berakhir rusuh. Penonton yang tidak kebagian dan tidak mampu membeli tiket berusaha masuk ke Stadion Utama Senayan, hal ini mengakibatkan bentroknya mereka dengan petugas keamanan berakhir dengan terbakarnya berbagai jenis kendaraan dan rusaknya sarana umum.

Saat konser itu berlangsung, saya masih duduk di bangku Sekolah Dasar di Jakarta. Namun perkenalan saya dengan sosok Mick Jagger jauh sebelum itu. Lagu-lagu seperti ‘Party Doll’, ‘Paint In Black’, ’Angie’ dan sebagainya sudah cukup akrab di telinga kecil saya karena Ayah sering memutarnya. Hal yang menarik saat itu adalah saya belum mengenal Mick Jagger sungguhan yang bule itu. Yang saya kenal adalah Untung Wb (adik bapak saya) yang tinggal di Surabaya. Sosoknya waktu itu mirip dengan Mick Jagger, bahkan ketika melihat foto Jagger di sampul kaset atau penampilannya di televisi, saya selalu berteriak “Itu Om Untung lagi nyanyi!”

Untung Wb Si Jagger Jawa

Untung Wb Si Jagger Jawa

Untung Wb adalah salah satu remaja Indonesia di zamannya yang terpengaruh sosok Jagger. Ia mengaku pertama kali mendengarkan The Rolling Stones ketika masih duduk di bangku Taman Kanak-kanak (TK). Waktu di Purwokerto, lagu As Tears Go Bye sering diputar oleh kakak-kakaknya (salah satunya pasti ayah saya). Sejak SMP dan SMA di Jakarta ia mulai serius mendengarkan dan menghafal lagu-lagu The Rolling Stones dan mencoba menjadi duplikatnya mulai tahun 1984 sampai awal 90-an.

Tahun 1988 di Surabaya, ia membentuk band Illegal Snotes. Sebelumnya band ini bernama Illegal Stone, namun kemudian diplesetkan oleh penggemarnya menjadi Snote, yang berarti ‘Senut-senut=Pusing’, dalam Bahasa Jawa. Ia mengaku sulit bagi kita di Indonesia yang disebut negeri ‘paling sopan’ untuk benar-benar mengikuti gaya hidup Mick Jagger yang ’slebor’, tapi paling tidak cara dia mengolah vokal jeleknya menjadi sesuatu yang berbeda dan memiliki ciri khas adalah pelajaran yang sangat berharga untuknya dan banyak orang Indonesia yang buta dengan teknik vokal. Gaya panggungnya sempat menjadikan teman-temannya di Surabaya menyebutnya “Jagger Jawa”. Setelah band ini bubar tahun 1991, ia menjadi vokalis HR Project, band ini membawakan lagu hard rock 90-an seperti Whitesnake, Night Ranger, Bon Jovi, Winger, Poison dan lain-lain. Band tersebut eksis sejak 1989 hingga 1993. salah satu gitarisnya bernama Koko kebetulan adalah kakak dari Kaka Slank.

Menurut Om saya, Mick Jagger tanpa Keith Richards dan The Rolling Stones, mungkin sama dengan musisi atau vokalis lain yang ada. Dia justru menjadi istimewa ketika bersama The Rolling Stones. Jadi Mick Jagger=Rolling Stones. Dan yang menjadi terpenting adalah Mick Jagger dan Rolling Stones-nya membuat Blues dan Rock ‘n Roll menjadi mudah dicerna oleh semua kalangan. Dari sekian puluh album The Rolling Stones, album favoritnya adalah Sticky Fingers. Ia mengaku suka seluruh lagu di album tersebut, sedangkan lagu lain yang menjadi favoritnya adalah Sittin On a Fence, Love In vain, Let it Bleed dan Sympathy For The Devil. Kini Om saya tersebut bekerja sebagai karyawan swasta, menjadi event organizer consultant & producer di sebuah label dan ia telah memiliki dua orang putra yang juga bermain band.

Deddy Stanzah, Jagger-nya Bandung

Deddy Stanzah, Jagger-nya Bandung

Saya sangat menyukai musisi rock ternama Indonesia asal Bandung yang terpengaruh Mick Jagger, ia adalah Deddy Stanzah yang tetap konsisten dengan musik rock hingga ajal menjemputnya tahun 2001 lalu. Pamornya mulai melejit ketika membentuk The Rollies pada 1967. Ada yang mengatakan bahwa The Rollies adalah singkatan dari ‘The Rolling Stones dan The Hollies’, namun Deddy Stanzah memberi nama The Rollies karena dua personel berambut ikal atau roll dan dua lainnya berambut lurus, dan jika digabung dan jadilah Rollies. Karena ketergantungannya dengan narkotika, The Rollies harus mengambil keputusan yang ekstrim, yaitu memecat Deddy Stanzah pada tahun 1974. Selepas dari The Rollies, Deddy Stanzah, sempat membentuk Superkid dan akhirnya bersolo karier.

Di Kota Malang tahun 1970-an sejak munculnya Bentoel Rock Band muncul nama-nama seperti Mickey Jaguar, Ian Antono dan Teddy Sujaya. Ketika musisi Ibu Kota masih demam musik pop dan menyanyikan lagu-lagu karya The Beatles dan Everly Brothers, Bentoel Rock Band dengan vokalis andalannya Mickey Jaguar dan Silvia Sartje sudah meneriakkan lagu-lagu hard rock milik The Rolling Stones, Led Zeppelin dan Deep Purple dengan sound yang lebih garang.

Rico Korompis

Rico Korompis

Di Indonesia ternyata banyak sekali orang dengan wajah bernuansa Jagger. Salah satunya adalah Rico Korompis yang mendirikan Acid Speed Band di Jakarta pada bulan Juli 1982. Rico mengaku pertama kali mengenal The Rolling Stones lewat kawannya yang bernama Vedi Hadiz saat masih menjadi siswa SMP di New York City Tahun 1972. Saat itu dia masih nge-fans dengan grup-grup pop, lalu kawannya tersebut mengatakan, “Coba dengerin grup ini, The Rolling Stones, mereka luar biasa!” Dan ternyata benar, setelah tampil dalam sebuah acara peringatan ulang tahun The Rolling Stones yang digelar di Taman Ismail Marzuki pada 5 Desember 1982, image The Rolling Stones melekat kuat pada Acid Speed Band.

Acid Speed Band

Dua personil Acid Speed Band (Boy dan Holdun) bersama musisi Bandung lainnya

Bahkan ketika beberapa kali mereka tampil membawakan lagu-lagu sendiri, penonton malah meminta mereka memainkan lagu-lagu The Rolling Stones. Penonton hanya menginginkan melihat Acid Speed Band menjadi The Rolling Stones versi lokal. Pertengahan 80-an hingga 90-an, jadwal Acid Speed Band sangat padat.

Di era yang hampir bersamaan, Cikini Stones Complex juga cukup dikenal sebagai band yang identik dengan The Rolling Stones, tapi drummer mereka, Bimbim membubarkan band ini dan akhirnya mengubah nama mereka menjadi Slank. Tidak perlu dipungkiri lagi bahwa lagu-lagu Slank banyak terpengaruh The Rolling Stones, yang paling mirip adalah Lagu Bimbim jangan Menangis yang meniru lagu Fool To Cry.

Formasi awal Slank

Formasi awal Slank

Menurut Rico Korompis, “Mick Jagger adalah seorang profesional. Dia bisa mencapai kepopuleran saat ini berkat usaha dan kerja keras yang dilakukannya. Dia juga seorang song writer dan rock performer yang genius, dan konsisten dengan visinya dari awal hingga sekarang”.

Ia mengaku pengaruh Mick Jagger besar dalam hidupnya sejak masa SMP sampai sekarang. Pertama dari musiknya, Mick Jagger dan The Rolling Stones bisa mencerminkan rasa emosionalnya saat masih usia ABG (Anak Baru Gede) dulu. Jenis musik dan liriknya sangat mengena untuk anak ABG yang jiwanya masih penuh dengan emosi dan pemberontakan. Namun menurutnya, saat ini musik Stones lebih bersifat sebagai ‘obat’ awet muda. Kita tidak akan pernah tua saat mendengarkan musik Rolling Stones. Dalam aksi panggung, Rico mempelajari habis-habisan trik-trik aksi panggung Mick Jagger walau belum bisa dipelajari semua. “Untuk fashion, dari dulu Mick Jagger adalah trend setter, he always looks chic. Sayang sekali gue nggak bisa ngikutin life style-nya yang lain, karena too expensive (terlalu mahal-red), haha… Tetapi ada juga sisi-sisi lain kehidupannya yang gue nggak mau tiru, hehe…” ujarnya dalam wawancara via Facebook.

ACid Speed Band dalam Majalah HAI edisi 21-27 Maret 1989 th xiii-no.12

ACid Speed Band dalam Majalah HAI edisi 21-27 Maret 1989 th xiii-no.12

Saya pernah menonton film-nya Sersan Prambors yang berjudul Anunya Kamu. Pada film yang diproduksi tahun 1986 itu ada adegan ketika Sys Ns mengundang Cuture Club dan The Rolling Stones untuk tampil di sebuah pesta, saya sempat tertipu melihatnya, saya kira itu Mick Jagger asli, ternyata Rico Korompis yang bergaya persis Mick Jagger.

Karena kini Rico Korompis terlalu sibuk dengan pekerjaannya sebagai staf di perusahaan minyak, tahun 2005 setelah dilakukan audisi, kekosongan vokalis Acid Speed Band diisi oleh Boy. Walaupun dengan formasi yang berbeda, Acid Speed hingga kini masih memainkan lagu-lagu milik The Rolling Stones dari satu tempat hiburan ke tempat hiburan lain.

The Rolling Stones memang terus melaju melalui beberapa dekade, begitupun pengaruhnya. Saya punya kawan dekat, dia seorang vokalis di band ‘Rumput Ijo’, walau suaranya melengking tinggi berbeda dengan vokal khas Jagger, namun sosok penampilannya mirip sekali, namanya Ayeng Darwis. Band-nya kerap membawakan lagu-lagu Led Zeppelin. Semenjak berdirinya, Rumput Ijo sudah mengeluarkan mini album yang ber-title Rumah Kayu. Album ini berisi 7 buah lagu. Rencananya dalam waktu dekat mereka akan merilis album yang berikutnya berjudul Ga Bisa Ditawar. Lagu Stones kesukaannya adalah Sister Morphine karena sewaktu jamannya mabuk-mabukan di SMA, saat itulah ia mengenal The Rolling Stones. “Sambil giting dengerin Stones, melayang euy, lagunya buat mabok pas banget. Waktu itu yang paling berkesan!” ungkapnya. Namun kini ia mengaku telah berhenti mengkonsumsi alkohol dan zat-zat yang memabukkan. Selain membesarkan Rumput Ijo, kini ia bekerja sebagai kru Slank, posisinya adalah asisten Kaka Slank.

Ayeng Darwis

Ayeng Darwis

Di akhir tahun 1999 ketika masih SMA, saya diajak kawan saya ke kampusnya di IKJ (Institut Kesenian Jakarta) untuk menikmati pertunjukkan musik. Saat itu malam sudah larut, setelah banyak band yang tampil, intro Jumpin Jack Flash terdengar di atas panggung. Band itu bernama Horny Horny dan ‘Jagger’-nya bernama Oscar. Ia pertama kali mengenal sosok Jagger sejak usia 9 tahun. Ayahnya juga sering memutar The Stones. Ia lahir dan dibesarkan di Senayan, tepatnya Senopati Dalam, kini kampung itu sudah habis terkena gusuran pada tahun 1991. Ia berkata, “Saat itu anak-anak tongkrongan di Senopati Gang Kelurahan Senayan setiap hari teler berat dan putar Stones”. Menurut pria yang kini sibuk bekerja di kantoran ini, Jagger adalah sosok gaib dan ajaib. “Pengaruhnya total ngerubah cara pandang gue pribadi terhadap hidup yang gue jalanin. secara fashion, dia fashionable, sexy luar dalam…dan liar…”

Di kampus IKJ juga ada sosok Jagger’ lainnya. Namanya Jafar Shadiq, kawan-kawan biasa memanggilnya Japra. Ia merupakan gitaris Different Class dan menjadi vokalis Rajawali. Ia mengaku tidak terlalu ekstrim mengikuti gaya fashion Mick Jagger, menurutnya “Mick Jagger tuh kayak bunglon, selalu menyesuaikan diri sama jaman. karena itu nggak ada matinya!” Sejak SMP sekitar tahun 1996, ia sudah mulai nge-band membawakan repertoire (kumpulan karya) The Rolling Stones. “Gue lupa siapa yang ngenalin, karena satu kompleks perumahan gue dengerinnya Stones semua. Turun temurun. Haa..haa,” ungkapnya.

Fajar Shadiq

Jafar Shadiq alias Japra

Rajawali adalah band-nya yang tercipta secara spontan pada tahun 2006 ketika ada acara musik di IKJ. “Nggak tahu siapa yang mulai, tiba tiba gue, Kubil Idris, Alfi Chaniago (The Upstairs), Pepeng dan Jun (Karon n’ Roll) ke panggung terus bawain Sympathy For The Devil, Jumpin Jack Flash, I Cant Get No Satisfaction, dan Honky Tonk Woman tanpa latihan sekalipun,” ujarnya dalam sebuah wawancara singkat.

Seiring waktu, Rajawali sering diajak manggung. Karena kesibukan personel yang lain, Japra mengganti semua personelnya. Sedangkan Different Class terbentuk sejak 2003, dan ia baru direkrut tahun 2007 sebagai gitaris. Different Class ter-influence dari musik britpop yang booming tahun 90-an. Japra mengaku jika spirit dan soul dalam berkarya dan bermusik saja yang merefleksikan ‘ideologi’ yang dianutnya dari The Rolling Stones.

Lambang The Rolling Stones

Lambang The Rolling Stones

Itulah Mick Jagger dan pengaruhnya pada gaya hidup anak muda di Indonesia dari berbagai era, mereka mengaktualisasikan dirinya dengan ‘Jagger’. Namun saat ini konsep idola mengalami sedikit pergeseran, entah ini positif atau negatif, tetapi bisa kita lihat dimana-mana anak muda sekarang tidak hanya mengadopsi style dari luar saja, kini banyak anak muda yang bergaya seperti idola lokal masa kini, sebut saja seperti Jimi Multhazam (Vokalis The Upstairs) atau banyak gadis remaja yang bergaya seperti Sari (Vokalis Whiteshoes & The Couples Company). Tapi jika saya ditanya apakah ingin menjadi seperti sang idola? Maka saya akan menjawabnya seperti lirik lagu Slank: Kecil disuka, muda terkenal, mati masuk surga!

Senin, 26 April 2010

Foto Lembah Anai Tempo Dulu

dari : http://akumassa.org/program/padang-panjang-sumatera-barat/foto-lembah-anai-tempo-dulu/


Oleh Riezky Andhika Pradana | Pada Selasa, 27 April 2010
* * *

Suatu ketika saya sedang menikmati alunan lagu minang, entah kenapa telinga ini sedang rindu dengan nada-nada yang memang saya akrab sejak kecil, terutama tarikan suara Elly Kasim. Salah satu lagu favorit saya adalah Malereang Tabiang.

Malereang lah tabiang malereang, mak oi

Malereang sampai nan ka pandakian

Den sangko langik nan lah teleang, mak oi

Kironyo awan nan manggajuju

Lagu tersebut bercerita tentang perjalanan menelusuri lereng-lereng tebing yang banyak dijumpai di Ranah Minang yang memang banyak daerah perbukitannya.

Lereng tebing di rel sepanjanh Lembah Anai

Lereng tebing di rel sepanjang Lembah Anai

Sore harinya Otty Widasari memberitahu bahwa suaminya (Hafiz) ‘menemukan’ foto-foto Minang tempo dulu di situs jejaring sosial Facebook. Orang yang memiliki foto tersebut bernama Ronal Chandra. Kami pun dari akumassa minta izin kepada beliau untuk memuat foto-foto tersebut di www.akumassa.org dan permintaan izin tersebut disambutnya dengan baik.

Lembah Anai, sebelum ada jalur kereta api

Lembah Anai, sebelum ada jalur kereta api

Saya cukup terkesima ketika melihat foto-foto perkeretaapian di Sumatera Barat, terutama jalur Padang-Bukittinggi yang melewati Lembah Anai. Saya begitu menikmati keindahan panoramanya ketika terakhir kali melewati kawasan tersebut pada workshop akumassa Padangpanjang tahun lalu. Dengan menyaksikan air mancur yang besar, kita juga dapat melihat kera hutan yang jinak sepanjang Lembah Anai. Udaranya disana sangat sejuk, tak terbayang betapa lebih indahnya pemandangan hutan lindung beserta jalur kereta tersebut di awal peresmiannya di akhir tahun 1800-an dahulu.

Peresmian jalur kereta api Padang Panjang pertama kali, tahun  1895

Peresmian jalur kereta api Padangpanjang pertama kali, tahun 1895

Pembukaan jalur kereta api Padang Panjang, sekitar tahun 1895

Pembukaan jalur kereta api Padangpanjang, sekitar tahun 1895

Kebetulan, 21 Februari 2009 lalu, ketika workshop akumassa Padangpanjang saya berkesempatan untuk menghadiri peresmian kembali kereta Mak Itam sebagai kereta wisata. Menariknya, jalur Mak Itam ini juga melewati lubang kalam (terowongan) dan jembatan Lembah Anai yang dibangun Belanda untuk menembus perbukitan.

Stasiun Padangpanjang tahun 1880-1900

Stasiun Padangpanjang tahun 1880-1900

Lembah Anai (1885-1895)

Lembah Anai (1885-1895)

Terowongan Anai, tahun 1910

Terowongan Lembah Anai, tahun 1910

Topografi Lembah Anai menyebabkan kawasan ini sering terjadi longsor. Terlebih kawasan ini juga termasuk daerah rawan gempa seperti Sumatera pada umumnya. Orang-orang tua dahulu tidak akan lupa kenangan pahit pada 28 Juni 1926, di mana gempa sebesar 7,8 SR pernah melanda Padangpanjang dan sekitarnya. Menurut Riosadja, kawan saya asal Bukittinggi yang baru beberapa bulan merantau di Jakarta mengatakan bahwa saat itu sudah ada cerita turun temurun yang beredar di masyarakat tentang dashyatnya gempa tersebut. Di gambarkan setelah terjadi gempa, seluruh telur ayam menjadi tamalangan (tidak bisa menetas dan membusuk dalam cangkangnya).

Hancurnya Stasiun Padangpanjang setelah gempa tahun 1926

Hancurnya Stasiun Padangpanjang setelah gempa tahun 1926

Akibat gempa tahun 1926

Akibat gempa tahun 1926

Beberapa waktu yang lalu, tepatnya 16 April 2010 kawasan Lembah Anai dihantam longsor besar. Longsor tersebut menyebabkan jembatan di dekat Lembah Anai rusak berat sehingga jalur Padang-Bukittinggi terputus total. Menurut kawan saya yang tinggal di Padangpanjang, sebelumnya curah hujan memang cukup tinggi dan turun tanpa henti. Hal ini mengakibatkan volume air membesar dan meluluh lantakan jalanan yang mengitari bibir sungai di Lembah Anai ini.

Kerusakan Lembah Anai karena longsor dan banjir tahun 1900-1940

Kerusakan Lembah Anai karena longsor dan banjir tahun 1900-1940

Kerusakan Lembah Anai karena longsor dan banjir tahun 1900-1940

Lembah Anai merupakan jalur utama yang menghubungkan kota kawasan ‘atas’ (darek) seperti Payakumbuh, Bukittinggi, Batusangkar, Padangpanjang dan Solok dengan kota di kawasan ‘bawah’ (pasisia) seperti Pariaman, Lubukbasung, Padang dan Painan. Jalur ini juga merupakan jalur awal perekonomian di Sumatera Barat untuk mengangkut hasil pertanian dari kawasan ‘atas’ ke ‘bawah’ dan hasil laut dari kawasan ‘bawah’ ke ’atas’. Akan pentingnya jalur ini, maka Pemerintah Belanda membangun jalur kereta api sebagai sarana transportasi. Setelah didirikannya PT Semen Padang pada tahun 1910, kereta api juga digunakan untuk mengangkut batubara dari Ombilin ke Padang. Ada juga dua jalur besar lainnya yang menghubungkan ‘atas’ ke ‘bawah’ seperti Sitinjau Laut dari arah Solok dan Kelok 44 dari arah Bukittinggi, tapi dengan jarak dan waktu tempuh yang berbeda.

Jalur kereta arah Kayu Tanam sekitar tahun 1895

Jalur kereta arah Kayu Tanam sekitar tahun 1895

Pembangunan rel kereta Air Putih Payakumbuh tahun 1913

Pembangunan rel kereta Air Putih Payakumbuh tahun 1913

Stasiun Kereta Payakumbuh sekitar tahun 1900

Stasiun Kereta Payakumbuh sekitar tahun 1900

Foto-foto Lembah Anai tersebut kembali mengingatkan Riosadja akan jalur yang selalu dilaluinya bolak-balik Bukittinggi dan Padang saat kuliah di UNP (Universitas Negeri Padang). Jalur yang akrab dengan pengamen dan penjaja paragede jaguang (perkedel jagung) yang sigap melompat saat bus melambat di tikungan tajam dan jalanan menanjak. Jalur yang sejuk berkabut tempat beristirahat saat perjalanan; tempat berderet-deret rumah makan menyajikan masakan khasnya. Dan saya pun hanya bisa berkata “Den takana jo kampuang”.

Senin, 19 April 2010

Seandainya Kartini

Minggu, 18 April 2010

Ia berangkat di pagi hari dan pulang ketika malam tiba. Bahkan, ketika dinas luar kota, dengan santainya ia pergi sendirian. Ia juga terbiasa mengendarai mobil sendiri. Di usianya yang sudah lebih setengah abad, baru sepuluh tahun terakhir ini ia bekerja di kantoran. Kini ia bekerja di salah satu majalah di Jakarta. Ia adalah ibu saya, sejak kecil ayah kurang berkenan jika ibu saya bekerja di kantoran. Ketika saya duduk di bangku SMA, akhirnya ayah mengizinkan ibu bekerja di balik meja.

Potret perempuan karir seperti ibu saya memang banyak dijumpai di negeri kita. Tak hanya di perkotaan, di desa-desa pun sudah banyak perempuan yang aktif di masyarakat sebagai tenaga intelektual yang tidak hanya mengurusi persoalan domestik, seperti memasak di dapur dan mengurus anak-anak.

Di negeri kita khususnya, hal ini tidak lepas dari peran R.A Kartini. Seorang pejuang hak perempuan yang dulu di jaman Belanda tidak bisa ngapa-ngapain, mereka dipingit dan tidak tahu perkembangan dan kemajuan zaman. R.A Kartini mendobrak itu semua, kelahirannya di Jepara, Jawa Tengah 21 April 1879 menjadikan tanggal tersebut diperingati sebagai Hari Kartini.


Kartini, tidak akan bangga pada perempuan yang hanya sibuk memoles kecantikannya di depan cermin saja. Kartini akan lebih bangga jika kaum perempuan bisa mewujudkan pendidikan dan kesehatan gratis yang berkualitas di setiap pelosok negeri. Kartini juga akan lebih bangga bila bangsa ini tidak memberi ruang bagi para perusak lingkungan hidup.

Sehari setelah memperingati Hari Kartini, setiap 22 April penduduk dunia merayakan Hari Bumi. Sebuah peringatan terhadap kondisi bumi yang kian hari kian memprihatinkan. Semasa hidupnya, mungkin Kartini tak pernah ikut merayakan Hari Bumi. Namun, seandainya ia hidup di jaman ini, tentu saja karya tulisnya yang terkenal itu tidak hanya tentang minimnya kesempatan memperoleh pendidikan bagi kaum perempuan saja. Kartini pasti akan menulis tentang limbah pabrik, penebangan liar dan sebagainya. Mungkin ia juga menjadi tokoh wanita terdepan yang menyuarakan kesetaraan hak hidup dan kelestarian lingkungan.

Teringat salah satu pesan Kartini kepada kaum wanita di dalam suratnya :

‘Pergilah. Laksanakan cita-citamu. Kerjalah untuk hari depan. Kerjalah untuk kebahagiaan beribu-ribu orang yang tertindas dibawah hukum yang tidak adil dan paham-paham yang palsu tentang mana yang baik dan mana yang buruk. Pergi. Pergilah. Berjuanglah dan menderitalah, tetapi bekerjalah untuk kepentingan yang abadi’ [Surat Kartini kepada Ny. Van Kol, 21 Juli 1902]

Untuk itu, Kami redaksi www.akumassa.org mengucapkan selamat Hari Kartini dan selamat Hari Bumi!

Riezky Andikha Pradana
(Wakil Pimpinan Redaksi www.akumassa.org)

Jumat, 09 April 2010

Aku Massa: Aku Adalah Mata

Rabu, 14 Januari 2009

Aku: Orang pertama, tunggal
Massa: Komunitas manusia, masyarakat umum

Aku Massa. Aku dilihat atau aku sebagai massa dimana mata kita yang mewakili aku. Melihat Cirebon sebagai massa atau mungkin cara pandang aku terhadap Cirebon atau aku sebagai aku medium. Perdebatan panjang tentang proyek ‘Aku Massa’ menjadi obrolan hangat dan menarik. Kata ‘Aku Massa’ yang digagas oleh Forum Lenteng ini rupanya sempat bikin umat Gardu —Sanggar Gardu Unik, red— sedikit agak stuck, diam (entah berpikir atau bingung). Lalu, sedikit demi sedikit bergulirlah pertanyaan-pertanyaan yang kadang agak sulit dicerna, apalagi dijawab.

Hampir satu bulan lamanya, Forum Lenteng sebagai fasilitator mengirim Diki (Mahardika Yudha) dan Kiki (Riezky Andhika Pradana) sebagai tutor, ngendon di Cirebon, tepatnya di rumah Bayu (Bayu Alfian) di sekitar Jl. Cipto. Mereka bilang, di tengah kota lebih kena greget nya ketimbang di Gardu (padahal lokasi Gardu di kota juga) atau akal-akalan mereka buat menjerat ‘dede-dede’ (adik-adik, sebutan mereka terhadap gadis-gadis remaja). Katanya, kalo masih muda ruang-ruang dalam otaknya masih kosong dan fresh. Atau baru dipake 5 persen dari jutaan sel otak yang tersedia. Otak mereka pasti gampang nerima dan cantik-cantik (lho…).

Pertemuan Antar Komunitas Dampingan Forum Lenteng dan Kampung Halaman

Oleh Riezky Andhika Pradana | Pada Jumat, 12 Februari 2010
* * *

Kawasan Cilimus, Kuningan menjadi pilihan tempat untuk pertemuan antar komunitas se-Indonesia pada 8-11 Februari 2010. Komunitas yang bertemu merupakan komunitas dampingan Forum Lenteng Jakarta dengan Project akumassa-nya dan Kampung Halaman Yogyakarta dengan Project Video Diary-nya. Kedua project ini memiliki beberapa kesamaan, salah satunya sama-sama mengajak komunitas lokal di suatu daerah untuk mengikuti workshop video tentang isu lokal di daerah mereka.

pertemuan komunitas1

Komunitas dampingan Kampung Halaman terdiri dari Taruna Reka (Karang Ploso), Sanggar Teratai (Indramayu), Ho’e (Ponorogo), Taman 65 (Denpasar), Kobate (Yogyakarta)dan SOCA (Tasikmalaya). Sedangkan komunitas dampingan Forum Lenteng terdiri dari Gardu Unik (Cirebon), Saidjah Forum (Lebak-Banten), Komunitas Sarueh (Padang Panjang), Epicentrum dan Komka (Lenteng Agung), Anakseribupulau (Blora), Komunitas Djuanda (Ciputat) dan Komunitas Pasir Putih (Blora). Komunitas Gardu Unik yang berbasis di Cirebon menjadi tuan rumah pada acara ini, karena lokasinya yang paling dekat dengan Kuningan.
pertemuan komunitas2

Sehari sebelum acara, para perwakilan dari komunitas dampingan Forum Lenteng bermalam di Lenteng Agung, tepatnya di markas Forum Lenteng Jakarta untuk bersama-sama berangkat ke Kuningan esok harinya. Kecuali Anakseribupulau, mereka langsung berangkat dari Blora menuju Cirebon dan kemudian menuju lokasi penginapan bersama panitia. Begitu pula kawan-kawan perwakilan Kampung Halaman beserta komunitas dampingannya. Para partisipan saling memperkenalkan diri dan asal komunitas mereka begitu sampai di sana.

Para partisipan saling memperkenalkan diri dan asal komunitas  mereka

Para partisipan saling memperkenalkan diri dan asal komunitas mereka

pertemuan komunitas4

Acara yang diadakan tiga hari tiga malam ini berlangsung cukup hangat. Beberapa kawan memang sudah saling mengenal satu sama lain, tetapi banyak juga yang hanya berkenalan di dunia maya tanpa saling bertatap muka sebelumnya. Mereka biasa berkenalan dan saling memberi komentar pada artikel-artikel di situs www.akumassa.org dan jejaring sosial seperti facebook dan sebagainya. Ketika bertemu, kawan-kawan saling bertanya kabar masing-masing sambil menikmati makan siang sebagai acara pembuka.

Nico Broer dari Gardu Unik selaku tuan rumah menjadi moderator di sesi diskusi yang dimulai setelah makan siang. Pada hari pertama masing-masing perwakilan komunitas saling mengenalkan diri dan asal komunitas mereka. Otty Widasari, Andang Kelana dan Mira Febri Melya dari Forum Lenteng Jakarta menjabarkan perkembangan program akumassa dan juga situs www.akumassa.org. Otty selaku Koordinator Program akumassa dan Peminpin Redaksi akumassa mengatakan bahwa pertemuan ini adalah milik komunitas, untuk mereka saling berjejaring dalam mengembangkan programnya masing-masing. Kampung Halaman, Jogjakarta, yang diwakili oleh Cicilia Maharani selaku Program Manajer Kampung Halaman dan Zamzam Fauzannafi selaku Youth Media Community Lab juga mempresentasikan program mereka yang sudah berlangsung dan yang akan dilaksanakan dalam tahun program berikutnya. Kemudian acara dilanjutkan dengan acara bebas sekaligus melepas lelah setelah perjalanan jauh.

pertemuan komunitas5

Ruang diskusi yang resmi layaknya sidang Dewan Rakyat

Pada hari kedua, diskusi dimulai tepat jam sembilan pagi. Ruang diskusi yang terkesan resmi layaknya sidang Dewan Rakyat, awalnya membuat beberapa kawan-kawan termasuk saya yang biasa diskusi beralaskan tikar menjadi kaku. Namun, hal ini tak membuat jalannya diskusi menjadi terhambat. Masing-masing perwakilan komunitas mempresentasikan tentang komunitas mereka, program-program yang telah dilaksanakan dan yang masih direncanakan, serta karya-karya mereka. Fuad Fauji dari Saidjah Forum (Lebak-Banten) menjadi pembuka presentasi ini dengan memutar video Ki Rabin yang diproduksi ketika workshop akumassa berlangsung di Kota tersebut. Setelah itu presentasi dilanjutkan oleh komunitas-komunitas yang lainnya. Karena mayoritas komunitas menggunakan medium video, maka banyak karya-karya video yang dipresentasikan. Misalnya video dari Komunitas SOCA tentang keadaan Tasikmalaya dan keinginan korban gempa di sana untuk memiliki rumah lagi, ada pula video tentang keseharian para anggota Komunitas Ho’e yang merupakan pemain Jaran Thek (kesenian asli Ponorogo), video tentang sampah yang menumpuk di Tangerang Selatan oleh Komunitas Djuanda, dan masih banyak lagi. Ada dua komunitas yang mempresentasikan festifal yang sudah menjadi program reguler mereka, yaitu Gardu Unik, Cirebon dengan Festifal Jagakali, serta Anakseribupulau, Randublatung-Blora dengan Forest Art Festival. Uniknya, kedua festifal ini sama-sama mengembangkan isu lingkungan hidup, dan keduanya sedang mempersiapkan festifal mereka yang ke-3 tahun ini.

Hal unik lainnya adalah bagaimana tiap komunitas mempresentasikan program mereka. Kadangkala ada program yang dirasa aneh oleh komunitas lainnya. Misalnya presentasi kegiatan budidaya Jamur Tiram oleh Taruna Reka (Karang Ploso) yang cukup unik dan mengundang tawa. Juga presentasi dari Komunitas Djuanda (Ciputat-Tangerang Selatan) yang mempresentasikan program sensus di wilayah Tangerang Selatan. Apalagi Dwi Anggraini Puspa Ningrum, perwakilan dari Komunitas Djuanda mempresentasikan kegiatan yang mirip kegiatan pemerintah itu dengan irama yang sangat cepat seperti rapper (penyanyi rap). Namun setelah penjelasan di sesi tanya jawab, keanehan itu jadi bisa dimengerti. Pengembangan budidaya jamur tiram, misalnya, merupakan program Komunitas Taruna Reka dalam usaha kemandirian komunitas secara ekonomi. Juga bagi Komunitas Djuanda, program sensus yang mereka lakukan adalah aksi awal dalam mencapai cita-cita mereka menjadi Media Center di wilayah Tangerang Selatan.

Diskusi dan presentasi berjalan cukup khidmat tapi tetap menarik karena selain menyajikan karya dan ide, Nico Broer selaku moderator sering melemparkan lelucon-lelucon segar di tiap kesempatan.

Mayoritas komunitas memutarkan karya video mereka

Mayoritas komunitas memutarkan karya video mereka

Hari ketiga pun dimulai. Kali ini diskusi dibagi menjadi empat kelompok. Masing-masing komunitas bebas memilih tema yang menjadi kendala dalam menjalankan program-programnya. Tema-tema tersebut disimpulkan dari hasil presentasi hari sebelumnya, dimana muncul kemiripan persoalan atau kendala yang sering dihadapi tiap komunitas. Tiap-tiap kelompok diskusi dipandu oleh moderator dari Forum Lenteng dan Kampung Halaman.
Keempat tema tersebut adalah:
1. Pengadaan event dan festifal oleh Riezky Andhika Pradana dan Cicilia Maharani
2. Hubungan masyarakat oleh Otty Widasari dan Nico Broer
3. Hubungan dengan pemerintah oleh Hafiz
4. Membuka peluang ekonomi untuk komunitas oleh Andang Kelana dan Zamzam Fauzannafi.

Kelompok diskusi engenai hubungan masyarakat memilih tempat di bar

Kelompok diskusi mengenai hubungan masyarakat yang dipandu oleh Otty Widasari dan Nico Broer

pertemuan komunitas8

Kelompok diskusi mengenai event

Kelompok diskusi mengenai event dan festival dipandu oleh Riezky Andhika Pradana dan Cicilia Maharani

Kelompok diskusi mengenai ekonomi

Kelompok diskusi mengenai peluang ekonomi untuk komonuitas, dipandu oleh Andang Kelana dan Zamzam

Kelompok diskusi mengenai hubungan komunitas dengan pemerintah,  dipandu oleh Hafiz

Kelompok diskusi mengenai hubungan komunitas dengan pemerintah, dipandu oleh Hafiz

Kemudian setelah makan siang, masing-masing perwakilan kelompok diskusi mempresentasikan apa yang telah mereka dapat pada diskusi tersebut. Kelompok diskusi mengenai hubungan masyarakat sedikit berbeda dalam menyampaikan presentasi mereka. Karena bukan hanya mempresentasikan hasil diskusi, mereka juga memiliki rencana bersama untuk bekerjasama membantu Sanggar Teratai (Indramayu) dalam membuat workshop video tentang child trafficking (perdagangan anak) serta pernikahan pada anak usia dini yang banyak terjadi di Indramayu. Temanya tetap seperti tema yang juga diusung oleh Sanggar Teratai, yaitu “Kembali Ke Sekolah”. Usulan ini disambut baik oleh semua anggota pertemuan.

Masing-masing perwakilan kelompok diskusi mempresentasikan hasil  diskusinya

Masing-masing perwakilan kelompok diskusi mempresentasikan hasil diskusinya

pertemuan komunitas13

pertemuan komunitas14

Usainya diskusi pada hari ke-3 sekaligus menutup acara pertemuan antar komunitas ini. Malam harinya acara diisi dengan hiburan-hiburan yang beragam, mulai dari penampilan Grup Keroncong “Semoga Ayah Cepat Pulang” dari Cirebon yang rela menghibur tanpa dibayar, penampilan Jaran Thek dari Komunitas Ho’e (Ponorogo), serta performance art dari Komunitas Anakseribupulau.

Penampilan grup keroncong "Semoga Ayah Cepat Pulang"

Penampilan grup keroncong "Semoga Ayah Cepat Pulang"

Grup keroncong

Grup keroncong

Pertunjukkan Jaranan Thik oleh Komunitas Ho'e

Pertunjukkan Jaran Thek oleh Komunitas Ho'e

Jaranan Thik

Jaran Thek

pertemuan komunitas17

Performance art dari Komunitas Anakseribupulau

Performance art oleh Komunitas Anakseribupulau

Performance art dari Komunitas Anakseribupulau

Performance art oleh Komunitas Anakseribupulau

Lantunan lagu keroncong dengan musik yang mendayu-dayu berhasil membuat kawan-kawan berdansa, berjoget dan membangkitkan gairahku untuk menyanyikan dua lagu Keroncong, yaitu “Layang-layang” dan “Tanpamu”.

Berjoget bersama diiringi musik keroncong

Berjoget bersama diiringi musik keroncong

pertemuan komunitas21

Penampilanku bersama grup keroncong "Semoga Ayah Cepat  Pulang"

Penampilanku bersama grup keroncong "Semoga Ayah Cepat Pulang"

Setelah acara hiburan selesai banyak partisipan yang masuk ke kamar dan beristirahat, karena hari sudah larut malam. Namun, ada pula yang masih mengobrol santai menikmati kebersamaan sebelum berpisah esok hari. Begitu pula kawan-kawan partisipan akumassa, mereka berkumpul untuk membicarakan program-program selanjutnya, termasuk rencana untuk menerbitkan buku dan jurnal akumassa dalam bentuk media cetak. Para partisipan akumassa dari berbagai daerah juga diberikan kartu jurnalis yang diharapkan dapat mempermudah kinerja kawan-kawan dalam mencari informasi dan data untuk membuat tulisan maupun video.

Makan  malam bersama

Makan malam bersama

Foto bersama perwakilan partisipan akumassa dari beragam lokasi  program

Foto bersama perwakilan partisipan akumassa dari beragam lokasi program

Pagi harinya masing-masing kontingen kembali pulang ke daerah masing-masing setelah tiga hari tiga malam bersama berdiskusi, bercanda tawa, serta bertukar pengalaman. Mereka pulang dengan membawa ide segar untuk perubahan masyarakat ke arah yang lebih baik dan positif. Sampai jumpa di pertemuan berikutnya…




Komentar (12)

hal-hal yang baik dimulai dari pertemanan yang baik, hal-hal yang baik juga dimulai dari mimpi :)

Pertemuan ini bikin aku optimis sebagai anak muda Indonesia. Nggak sabar untuk mewujudkan mimpi kita semua :)