Senin, 26 April 2010

Foto Lembah Anai Tempo Dulu

dari : http://akumassa.org/program/padang-panjang-sumatera-barat/foto-lembah-anai-tempo-dulu/


Oleh Riezky Andhika Pradana | Pada Selasa, 27 April 2010
* * *

Suatu ketika saya sedang menikmati alunan lagu minang, entah kenapa telinga ini sedang rindu dengan nada-nada yang memang saya akrab sejak kecil, terutama tarikan suara Elly Kasim. Salah satu lagu favorit saya adalah Malereang Tabiang.

Malereang lah tabiang malereang, mak oi

Malereang sampai nan ka pandakian

Den sangko langik nan lah teleang, mak oi

Kironyo awan nan manggajuju

Lagu tersebut bercerita tentang perjalanan menelusuri lereng-lereng tebing yang banyak dijumpai di Ranah Minang yang memang banyak daerah perbukitannya.

Lereng tebing di rel sepanjanh Lembah Anai

Lereng tebing di rel sepanjang Lembah Anai

Sore harinya Otty Widasari memberitahu bahwa suaminya (Hafiz) ‘menemukan’ foto-foto Minang tempo dulu di situs jejaring sosial Facebook. Orang yang memiliki foto tersebut bernama Ronal Chandra. Kami pun dari akumassa minta izin kepada beliau untuk memuat foto-foto tersebut di www.akumassa.org dan permintaan izin tersebut disambutnya dengan baik.

Lembah Anai, sebelum ada jalur kereta api

Lembah Anai, sebelum ada jalur kereta api

Saya cukup terkesima ketika melihat foto-foto perkeretaapian di Sumatera Barat, terutama jalur Padang-Bukittinggi yang melewati Lembah Anai. Saya begitu menikmati keindahan panoramanya ketika terakhir kali melewati kawasan tersebut pada workshop akumassa Padangpanjang tahun lalu. Dengan menyaksikan air mancur yang besar, kita juga dapat melihat kera hutan yang jinak sepanjang Lembah Anai. Udaranya disana sangat sejuk, tak terbayang betapa lebih indahnya pemandangan hutan lindung beserta jalur kereta tersebut di awal peresmiannya di akhir tahun 1800-an dahulu.

Peresmian jalur kereta api Padang Panjang pertama kali, tahun  1895

Peresmian jalur kereta api Padangpanjang pertama kali, tahun 1895

Pembukaan jalur kereta api Padang Panjang, sekitar tahun 1895

Pembukaan jalur kereta api Padangpanjang, sekitar tahun 1895

Kebetulan, 21 Februari 2009 lalu, ketika workshop akumassa Padangpanjang saya berkesempatan untuk menghadiri peresmian kembali kereta Mak Itam sebagai kereta wisata. Menariknya, jalur Mak Itam ini juga melewati lubang kalam (terowongan) dan jembatan Lembah Anai yang dibangun Belanda untuk menembus perbukitan.

Stasiun Padangpanjang tahun 1880-1900

Stasiun Padangpanjang tahun 1880-1900

Lembah Anai (1885-1895)

Lembah Anai (1885-1895)

Terowongan Anai, tahun 1910

Terowongan Lembah Anai, tahun 1910

Topografi Lembah Anai menyebabkan kawasan ini sering terjadi longsor. Terlebih kawasan ini juga termasuk daerah rawan gempa seperti Sumatera pada umumnya. Orang-orang tua dahulu tidak akan lupa kenangan pahit pada 28 Juni 1926, di mana gempa sebesar 7,8 SR pernah melanda Padangpanjang dan sekitarnya. Menurut Riosadja, kawan saya asal Bukittinggi yang baru beberapa bulan merantau di Jakarta mengatakan bahwa saat itu sudah ada cerita turun temurun yang beredar di masyarakat tentang dashyatnya gempa tersebut. Di gambarkan setelah terjadi gempa, seluruh telur ayam menjadi tamalangan (tidak bisa menetas dan membusuk dalam cangkangnya).

Hancurnya Stasiun Padangpanjang setelah gempa tahun 1926

Hancurnya Stasiun Padangpanjang setelah gempa tahun 1926

Akibat gempa tahun 1926

Akibat gempa tahun 1926

Beberapa waktu yang lalu, tepatnya 16 April 2010 kawasan Lembah Anai dihantam longsor besar. Longsor tersebut menyebabkan jembatan di dekat Lembah Anai rusak berat sehingga jalur Padang-Bukittinggi terputus total. Menurut kawan saya yang tinggal di Padangpanjang, sebelumnya curah hujan memang cukup tinggi dan turun tanpa henti. Hal ini mengakibatkan volume air membesar dan meluluh lantakan jalanan yang mengitari bibir sungai di Lembah Anai ini.

Kerusakan Lembah Anai karena longsor dan banjir tahun 1900-1940

Kerusakan Lembah Anai karena longsor dan banjir tahun 1900-1940

Kerusakan Lembah Anai karena longsor dan banjir tahun 1900-1940

Lembah Anai merupakan jalur utama yang menghubungkan kota kawasan ‘atas’ (darek) seperti Payakumbuh, Bukittinggi, Batusangkar, Padangpanjang dan Solok dengan kota di kawasan ‘bawah’ (pasisia) seperti Pariaman, Lubukbasung, Padang dan Painan. Jalur ini juga merupakan jalur awal perekonomian di Sumatera Barat untuk mengangkut hasil pertanian dari kawasan ‘atas’ ke ‘bawah’ dan hasil laut dari kawasan ‘bawah’ ke ’atas’. Akan pentingnya jalur ini, maka Pemerintah Belanda membangun jalur kereta api sebagai sarana transportasi. Setelah didirikannya PT Semen Padang pada tahun 1910, kereta api juga digunakan untuk mengangkut batubara dari Ombilin ke Padang. Ada juga dua jalur besar lainnya yang menghubungkan ‘atas’ ke ‘bawah’ seperti Sitinjau Laut dari arah Solok dan Kelok 44 dari arah Bukittinggi, tapi dengan jarak dan waktu tempuh yang berbeda.

Jalur kereta arah Kayu Tanam sekitar tahun 1895

Jalur kereta arah Kayu Tanam sekitar tahun 1895

Pembangunan rel kereta Air Putih Payakumbuh tahun 1913

Pembangunan rel kereta Air Putih Payakumbuh tahun 1913

Stasiun Kereta Payakumbuh sekitar tahun 1900

Stasiun Kereta Payakumbuh sekitar tahun 1900

Foto-foto Lembah Anai tersebut kembali mengingatkan Riosadja akan jalur yang selalu dilaluinya bolak-balik Bukittinggi dan Padang saat kuliah di UNP (Universitas Negeri Padang). Jalur yang akrab dengan pengamen dan penjaja paragede jaguang (perkedel jagung) yang sigap melompat saat bus melambat di tikungan tajam dan jalanan menanjak. Jalur yang sejuk berkabut tempat beristirahat saat perjalanan; tempat berderet-deret rumah makan menyajikan masakan khasnya. Dan saya pun hanya bisa berkata “Den takana jo kampuang”.

Senin, 19 April 2010

Seandainya Kartini

Minggu, 18 April 2010

Ia berangkat di pagi hari dan pulang ketika malam tiba. Bahkan, ketika dinas luar kota, dengan santainya ia pergi sendirian. Ia juga terbiasa mengendarai mobil sendiri. Di usianya yang sudah lebih setengah abad, baru sepuluh tahun terakhir ini ia bekerja di kantoran. Kini ia bekerja di salah satu majalah di Jakarta. Ia adalah ibu saya, sejak kecil ayah kurang berkenan jika ibu saya bekerja di kantoran. Ketika saya duduk di bangku SMA, akhirnya ayah mengizinkan ibu bekerja di balik meja.

Potret perempuan karir seperti ibu saya memang banyak dijumpai di negeri kita. Tak hanya di perkotaan, di desa-desa pun sudah banyak perempuan yang aktif di masyarakat sebagai tenaga intelektual yang tidak hanya mengurusi persoalan domestik, seperti memasak di dapur dan mengurus anak-anak.

Di negeri kita khususnya, hal ini tidak lepas dari peran R.A Kartini. Seorang pejuang hak perempuan yang dulu di jaman Belanda tidak bisa ngapa-ngapain, mereka dipingit dan tidak tahu perkembangan dan kemajuan zaman. R.A Kartini mendobrak itu semua, kelahirannya di Jepara, Jawa Tengah 21 April 1879 menjadikan tanggal tersebut diperingati sebagai Hari Kartini.


Kartini, tidak akan bangga pada perempuan yang hanya sibuk memoles kecantikannya di depan cermin saja. Kartini akan lebih bangga jika kaum perempuan bisa mewujudkan pendidikan dan kesehatan gratis yang berkualitas di setiap pelosok negeri. Kartini juga akan lebih bangga bila bangsa ini tidak memberi ruang bagi para perusak lingkungan hidup.

Sehari setelah memperingati Hari Kartini, setiap 22 April penduduk dunia merayakan Hari Bumi. Sebuah peringatan terhadap kondisi bumi yang kian hari kian memprihatinkan. Semasa hidupnya, mungkin Kartini tak pernah ikut merayakan Hari Bumi. Namun, seandainya ia hidup di jaman ini, tentu saja karya tulisnya yang terkenal itu tidak hanya tentang minimnya kesempatan memperoleh pendidikan bagi kaum perempuan saja. Kartini pasti akan menulis tentang limbah pabrik, penebangan liar dan sebagainya. Mungkin ia juga menjadi tokoh wanita terdepan yang menyuarakan kesetaraan hak hidup dan kelestarian lingkungan.

Teringat salah satu pesan Kartini kepada kaum wanita di dalam suratnya :

‘Pergilah. Laksanakan cita-citamu. Kerjalah untuk hari depan. Kerjalah untuk kebahagiaan beribu-ribu orang yang tertindas dibawah hukum yang tidak adil dan paham-paham yang palsu tentang mana yang baik dan mana yang buruk. Pergi. Pergilah. Berjuanglah dan menderitalah, tetapi bekerjalah untuk kepentingan yang abadi’ [Surat Kartini kepada Ny. Van Kol, 21 Juli 1902]

Untuk itu, Kami redaksi www.akumassa.org mengucapkan selamat Hari Kartini dan selamat Hari Bumi!

Riezky Andikha Pradana
(Wakil Pimpinan Redaksi www.akumassa.org)

Jumat, 09 April 2010

Aku Massa: Aku Adalah Mata

Rabu, 14 Januari 2009

Aku: Orang pertama, tunggal
Massa: Komunitas manusia, masyarakat umum

Aku Massa. Aku dilihat atau aku sebagai massa dimana mata kita yang mewakili aku. Melihat Cirebon sebagai massa atau mungkin cara pandang aku terhadap Cirebon atau aku sebagai aku medium. Perdebatan panjang tentang proyek ‘Aku Massa’ menjadi obrolan hangat dan menarik. Kata ‘Aku Massa’ yang digagas oleh Forum Lenteng ini rupanya sempat bikin umat Gardu —Sanggar Gardu Unik, red— sedikit agak stuck, diam (entah berpikir atau bingung). Lalu, sedikit demi sedikit bergulirlah pertanyaan-pertanyaan yang kadang agak sulit dicerna, apalagi dijawab.

Hampir satu bulan lamanya, Forum Lenteng sebagai fasilitator mengirim Diki (Mahardika Yudha) dan Kiki (Riezky Andhika Pradana) sebagai tutor, ngendon di Cirebon, tepatnya di rumah Bayu (Bayu Alfian) di sekitar Jl. Cipto. Mereka bilang, di tengah kota lebih kena greget nya ketimbang di Gardu (padahal lokasi Gardu di kota juga) atau akal-akalan mereka buat menjerat ‘dede-dede’ (adik-adik, sebutan mereka terhadap gadis-gadis remaja). Katanya, kalo masih muda ruang-ruang dalam otaknya masih kosong dan fresh. Atau baru dipake 5 persen dari jutaan sel otak yang tersedia. Otak mereka pasti gampang nerima dan cantik-cantik (lho…).

Pertemuan Antar Komunitas Dampingan Forum Lenteng dan Kampung Halaman

Oleh Riezky Andhika Pradana | Pada Jumat, 12 Februari 2010
* * *

Kawasan Cilimus, Kuningan menjadi pilihan tempat untuk pertemuan antar komunitas se-Indonesia pada 8-11 Februari 2010. Komunitas yang bertemu merupakan komunitas dampingan Forum Lenteng Jakarta dengan Project akumassa-nya dan Kampung Halaman Yogyakarta dengan Project Video Diary-nya. Kedua project ini memiliki beberapa kesamaan, salah satunya sama-sama mengajak komunitas lokal di suatu daerah untuk mengikuti workshop video tentang isu lokal di daerah mereka.

pertemuan komunitas1

Komunitas dampingan Kampung Halaman terdiri dari Taruna Reka (Karang Ploso), Sanggar Teratai (Indramayu), Ho’e (Ponorogo), Taman 65 (Denpasar), Kobate (Yogyakarta)dan SOCA (Tasikmalaya). Sedangkan komunitas dampingan Forum Lenteng terdiri dari Gardu Unik (Cirebon), Saidjah Forum (Lebak-Banten), Komunitas Sarueh (Padang Panjang), Epicentrum dan Komka (Lenteng Agung), Anakseribupulau (Blora), Komunitas Djuanda (Ciputat) dan Komunitas Pasir Putih (Blora). Komunitas Gardu Unik yang berbasis di Cirebon menjadi tuan rumah pada acara ini, karena lokasinya yang paling dekat dengan Kuningan.
pertemuan komunitas2

Sehari sebelum acara, para perwakilan dari komunitas dampingan Forum Lenteng bermalam di Lenteng Agung, tepatnya di markas Forum Lenteng Jakarta untuk bersama-sama berangkat ke Kuningan esok harinya. Kecuali Anakseribupulau, mereka langsung berangkat dari Blora menuju Cirebon dan kemudian menuju lokasi penginapan bersama panitia. Begitu pula kawan-kawan perwakilan Kampung Halaman beserta komunitas dampingannya. Para partisipan saling memperkenalkan diri dan asal komunitas mereka begitu sampai di sana.

Para partisipan saling memperkenalkan diri dan asal komunitas  mereka

Para partisipan saling memperkenalkan diri dan asal komunitas mereka

pertemuan komunitas4

Acara yang diadakan tiga hari tiga malam ini berlangsung cukup hangat. Beberapa kawan memang sudah saling mengenal satu sama lain, tetapi banyak juga yang hanya berkenalan di dunia maya tanpa saling bertatap muka sebelumnya. Mereka biasa berkenalan dan saling memberi komentar pada artikel-artikel di situs www.akumassa.org dan jejaring sosial seperti facebook dan sebagainya. Ketika bertemu, kawan-kawan saling bertanya kabar masing-masing sambil menikmati makan siang sebagai acara pembuka.

Nico Broer dari Gardu Unik selaku tuan rumah menjadi moderator di sesi diskusi yang dimulai setelah makan siang. Pada hari pertama masing-masing perwakilan komunitas saling mengenalkan diri dan asal komunitas mereka. Otty Widasari, Andang Kelana dan Mira Febri Melya dari Forum Lenteng Jakarta menjabarkan perkembangan program akumassa dan juga situs www.akumassa.org. Otty selaku Koordinator Program akumassa dan Peminpin Redaksi akumassa mengatakan bahwa pertemuan ini adalah milik komunitas, untuk mereka saling berjejaring dalam mengembangkan programnya masing-masing. Kampung Halaman, Jogjakarta, yang diwakili oleh Cicilia Maharani selaku Program Manajer Kampung Halaman dan Zamzam Fauzannafi selaku Youth Media Community Lab juga mempresentasikan program mereka yang sudah berlangsung dan yang akan dilaksanakan dalam tahun program berikutnya. Kemudian acara dilanjutkan dengan acara bebas sekaligus melepas lelah setelah perjalanan jauh.

pertemuan komunitas5

Ruang diskusi yang resmi layaknya sidang Dewan Rakyat

Pada hari kedua, diskusi dimulai tepat jam sembilan pagi. Ruang diskusi yang terkesan resmi layaknya sidang Dewan Rakyat, awalnya membuat beberapa kawan-kawan termasuk saya yang biasa diskusi beralaskan tikar menjadi kaku. Namun, hal ini tak membuat jalannya diskusi menjadi terhambat. Masing-masing perwakilan komunitas mempresentasikan tentang komunitas mereka, program-program yang telah dilaksanakan dan yang masih direncanakan, serta karya-karya mereka. Fuad Fauji dari Saidjah Forum (Lebak-Banten) menjadi pembuka presentasi ini dengan memutar video Ki Rabin yang diproduksi ketika workshop akumassa berlangsung di Kota tersebut. Setelah itu presentasi dilanjutkan oleh komunitas-komunitas yang lainnya. Karena mayoritas komunitas menggunakan medium video, maka banyak karya-karya video yang dipresentasikan. Misalnya video dari Komunitas SOCA tentang keadaan Tasikmalaya dan keinginan korban gempa di sana untuk memiliki rumah lagi, ada pula video tentang keseharian para anggota Komunitas Ho’e yang merupakan pemain Jaran Thek (kesenian asli Ponorogo), video tentang sampah yang menumpuk di Tangerang Selatan oleh Komunitas Djuanda, dan masih banyak lagi. Ada dua komunitas yang mempresentasikan festifal yang sudah menjadi program reguler mereka, yaitu Gardu Unik, Cirebon dengan Festifal Jagakali, serta Anakseribupulau, Randublatung-Blora dengan Forest Art Festival. Uniknya, kedua festifal ini sama-sama mengembangkan isu lingkungan hidup, dan keduanya sedang mempersiapkan festifal mereka yang ke-3 tahun ini.

Hal unik lainnya adalah bagaimana tiap komunitas mempresentasikan program mereka. Kadangkala ada program yang dirasa aneh oleh komunitas lainnya. Misalnya presentasi kegiatan budidaya Jamur Tiram oleh Taruna Reka (Karang Ploso) yang cukup unik dan mengundang tawa. Juga presentasi dari Komunitas Djuanda (Ciputat-Tangerang Selatan) yang mempresentasikan program sensus di wilayah Tangerang Selatan. Apalagi Dwi Anggraini Puspa Ningrum, perwakilan dari Komunitas Djuanda mempresentasikan kegiatan yang mirip kegiatan pemerintah itu dengan irama yang sangat cepat seperti rapper (penyanyi rap). Namun setelah penjelasan di sesi tanya jawab, keanehan itu jadi bisa dimengerti. Pengembangan budidaya jamur tiram, misalnya, merupakan program Komunitas Taruna Reka dalam usaha kemandirian komunitas secara ekonomi. Juga bagi Komunitas Djuanda, program sensus yang mereka lakukan adalah aksi awal dalam mencapai cita-cita mereka menjadi Media Center di wilayah Tangerang Selatan.

Diskusi dan presentasi berjalan cukup khidmat tapi tetap menarik karena selain menyajikan karya dan ide, Nico Broer selaku moderator sering melemparkan lelucon-lelucon segar di tiap kesempatan.

Mayoritas komunitas memutarkan karya video mereka

Mayoritas komunitas memutarkan karya video mereka

Hari ketiga pun dimulai. Kali ini diskusi dibagi menjadi empat kelompok. Masing-masing komunitas bebas memilih tema yang menjadi kendala dalam menjalankan program-programnya. Tema-tema tersebut disimpulkan dari hasil presentasi hari sebelumnya, dimana muncul kemiripan persoalan atau kendala yang sering dihadapi tiap komunitas. Tiap-tiap kelompok diskusi dipandu oleh moderator dari Forum Lenteng dan Kampung Halaman.
Keempat tema tersebut adalah:
1. Pengadaan event dan festifal oleh Riezky Andhika Pradana dan Cicilia Maharani
2. Hubungan masyarakat oleh Otty Widasari dan Nico Broer
3. Hubungan dengan pemerintah oleh Hafiz
4. Membuka peluang ekonomi untuk komunitas oleh Andang Kelana dan Zamzam Fauzannafi.

Kelompok diskusi engenai hubungan masyarakat memilih tempat di bar

Kelompok diskusi mengenai hubungan masyarakat yang dipandu oleh Otty Widasari dan Nico Broer

pertemuan komunitas8

Kelompok diskusi mengenai event

Kelompok diskusi mengenai event dan festival dipandu oleh Riezky Andhika Pradana dan Cicilia Maharani

Kelompok diskusi mengenai ekonomi

Kelompok diskusi mengenai peluang ekonomi untuk komonuitas, dipandu oleh Andang Kelana dan Zamzam

Kelompok diskusi mengenai hubungan komunitas dengan pemerintah,  dipandu oleh Hafiz

Kelompok diskusi mengenai hubungan komunitas dengan pemerintah, dipandu oleh Hafiz

Kemudian setelah makan siang, masing-masing perwakilan kelompok diskusi mempresentasikan apa yang telah mereka dapat pada diskusi tersebut. Kelompok diskusi mengenai hubungan masyarakat sedikit berbeda dalam menyampaikan presentasi mereka. Karena bukan hanya mempresentasikan hasil diskusi, mereka juga memiliki rencana bersama untuk bekerjasama membantu Sanggar Teratai (Indramayu) dalam membuat workshop video tentang child trafficking (perdagangan anak) serta pernikahan pada anak usia dini yang banyak terjadi di Indramayu. Temanya tetap seperti tema yang juga diusung oleh Sanggar Teratai, yaitu “Kembali Ke Sekolah”. Usulan ini disambut baik oleh semua anggota pertemuan.

Masing-masing perwakilan kelompok diskusi mempresentasikan hasil  diskusinya

Masing-masing perwakilan kelompok diskusi mempresentasikan hasil diskusinya

pertemuan komunitas13

pertemuan komunitas14

Usainya diskusi pada hari ke-3 sekaligus menutup acara pertemuan antar komunitas ini. Malam harinya acara diisi dengan hiburan-hiburan yang beragam, mulai dari penampilan Grup Keroncong “Semoga Ayah Cepat Pulang” dari Cirebon yang rela menghibur tanpa dibayar, penampilan Jaran Thek dari Komunitas Ho’e (Ponorogo), serta performance art dari Komunitas Anakseribupulau.

Penampilan grup keroncong "Semoga Ayah Cepat Pulang"

Penampilan grup keroncong "Semoga Ayah Cepat Pulang"

Grup keroncong

Grup keroncong

Pertunjukkan Jaranan Thik oleh Komunitas Ho'e

Pertunjukkan Jaran Thek oleh Komunitas Ho'e

Jaranan Thik

Jaran Thek

pertemuan komunitas17

Performance art dari Komunitas Anakseribupulau

Performance art oleh Komunitas Anakseribupulau

Performance art dari Komunitas Anakseribupulau

Performance art oleh Komunitas Anakseribupulau

Lantunan lagu keroncong dengan musik yang mendayu-dayu berhasil membuat kawan-kawan berdansa, berjoget dan membangkitkan gairahku untuk menyanyikan dua lagu Keroncong, yaitu “Layang-layang” dan “Tanpamu”.

Berjoget bersama diiringi musik keroncong

Berjoget bersama diiringi musik keroncong

pertemuan komunitas21

Penampilanku bersama grup keroncong "Semoga Ayah Cepat  Pulang"

Penampilanku bersama grup keroncong "Semoga Ayah Cepat Pulang"

Setelah acara hiburan selesai banyak partisipan yang masuk ke kamar dan beristirahat, karena hari sudah larut malam. Namun, ada pula yang masih mengobrol santai menikmati kebersamaan sebelum berpisah esok hari. Begitu pula kawan-kawan partisipan akumassa, mereka berkumpul untuk membicarakan program-program selanjutnya, termasuk rencana untuk menerbitkan buku dan jurnal akumassa dalam bentuk media cetak. Para partisipan akumassa dari berbagai daerah juga diberikan kartu jurnalis yang diharapkan dapat mempermudah kinerja kawan-kawan dalam mencari informasi dan data untuk membuat tulisan maupun video.

Makan  malam bersama

Makan malam bersama

Foto bersama perwakilan partisipan akumassa dari beragam lokasi  program

Foto bersama perwakilan partisipan akumassa dari beragam lokasi program

Pagi harinya masing-masing kontingen kembali pulang ke daerah masing-masing setelah tiga hari tiga malam bersama berdiskusi, bercanda tawa, serta bertukar pengalaman. Mereka pulang dengan membawa ide segar untuk perubahan masyarakat ke arah yang lebih baik dan positif. Sampai jumpa di pertemuan berikutnya…




Komentar (12)

hal-hal yang baik dimulai dari pertemanan yang baik, hal-hal yang baik juga dimulai dari mimpi :)

Pertemuan ini bikin aku optimis sebagai anak muda Indonesia. Nggak sabar untuk mewujudkan mimpi kita semua :)

Pemutaran Video akumassa, Kampus UNTIRTA-Serang

Kamis, 2 April 2009
* * *

1 April 2009

dsc06863

dsc06768

UNTIRTA TV yang diresmikan pada 19 Februari 2009 bekerjasama dengan Saidjahforum, mengadakan pemutaran video akumassa di halaman gedung Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, salah satu universitas negeri di propinsi Banten. Pemutaran video ini menampilkan 4 karya akumassa, yaitu Tepian Sungai Ciujung (Lebak-Banten), Negosiasi Atas Air (Cirebon-Jawa Barat), Dengar, Dongeng Pos Ronda (Lenteng Agung-Jakarta Selatan), dan Anjing Vs Babi (Padang Panjang-Sumatera Barat). Pemutaran berlangsung selama 1 jam, dimulai pada pukul 19.00 WIB, dilanjutkan dengan diskusi hingga pukul 21.20 WIB.

img_5300

img_5065

dsc06831

dsc06779

Sebuah layar proyeksi terpancang di halaman studio mini UNTIRTA TV dengan saluran 14 UHF. Acara pemutaran ini disiarkan secara langsung oleh stasiun UNTIRTA TV. Penonton mulai berdatangan selepas maghrib hingga pukul 19.00 WIB, diperkirakan mencapai 100 orang yang terdiri dari mahasiswa/mahasiswi dan masyarakat setempat.

img_5049

img_5044

Beruntung cuaca sangat cerah malam itu, dikarenakan cuaca saat ini yang sedang tidak menentu. Bajigur dan cilok (jajanan berbentuk seperti bakso dengan bahan dasar tepung sagu) gratis disediakan oleh panitia malam itu, sebagai pendamping penonton menikmati tayangan video. Acara dibuka dengan penampilan grup musik AKTIVA, yang memainkan lagu Sempurna dari Andra And The Backbone. Penonton mulai berkumpul di halaman studio untuk mulai menyaksikan acara yang dibuka dengan pemandu acara dari UNTIRTA TV.

img_5042

img_5133

Setelah pemutaran, panitia mengadakan diskusi untuk membahas video akumassa. Tampil sebagai pembicara Fuad Fauji (presiden Saidjahforum, akumassa Lebak, dan alumnus angkatan pertama FIKOM UNTIRTA 2002), lalu Gelar Agryano Soemantri (akumassa Lenteng Agung), dan Riezky Andhika Pradana (akumassa Padangpanjang dan Cirebon) yang keduanya adalah anggota Forum Lenteng. Karena sebagian besar peserta diskusi adalah mahasiswa/mahasiswi jurusan Komunikasi yang berminat pada broadcasting, maka pertanyaan-pertanyaan peserta beragam, mulai dari idealisme, teknis pembuatan sampai pendistribusian.

dsc06775

img_5121

Sebelum acara ditutup dengan hiburan musik, panitia memberikan piagam penghargaan kepada Otty Widasari sebagai koordinator program akumassa dan Fuad Fauji sebagai alumnus berprestasi yang peduli pada pemberdayaan intelektualitas kampus.

img_5146


Andang Kelana & Riezky Andhika Pradana

foto oleh Ramadhani Mutiara Tanjung, Eko Yulianto & Chika Flaviana Devita


Komentar (12)

  1. teguh mengatakan:

    blh tuh kbrin nak broadcasting djakarta…..teguh

  2. (ALUMNI FE UNTIRTA 2006) mengatakan:

    BARU TAHU GW ADA UNTIRTA TV